Sejarah Selendang Bus Adiputro, Evolusi Desain Ikonik dari Masa ke Masa
OTOMAGZ - Coba tanyakan kepada seorang anggota
komunitas Bismania, "Apa ciri khas Adiputro yang paling
utama?" Jawaban mereka kemungkinan besar akan seragam:
"Selendangnya!". Ya, selendang bus Adiputro—lengkungan dinamis
yang biasanya membentang dari area di belakang pintu depan hingga ke atap—telah
menjadi lebih dari sekadar elemen desain. Ia adalah sebuah tanda tangan, sebuah
identitas merek yang tak terpisahkan dari nama besar karoseri asal
Malang ini.
Namun, elemen yang kita kenal
sekarang tidak muncul begitu saja. Ia adalah hasil dari sebuah evolusi
desain yang menarik selama lebih dari satu dekade, mencerminkan perjalanan Karoseri
Adiputro sebagai trendsetter di industri bus Indonesia. Mari kita
telusuri kembali jejak sejarah Jetbus dan model-model pendahulunya untuk
melihat bagaimana goresan desain ikonik ini terbentuk.
Awal Mula: Inspirasi dari Travego
dan Kelahiran Selendang Pertama
Pada awal tahun 2000-an, desain bus
di Indonesia masih cenderung kaku dan kotak. Tonggak perubahan dimulai ketika
Adiputro mengadopsi dan mengadaptasi bahasa desain yang terinspirasi
dari bus-bus Eropa, terutama Mercedes-Benz Travego. Dari sinilah konsep
"selendang" atau sash mulai diperkenalkan pada model-model
awal seperti Adiputro Royal Coach SE.
Pada era ini, selendang masih berupa
pilar diagonal tebal yang secara fungsional memisahkan kaca samping pengemudi
dengan kaca penumpang. Meski masih sederhana, ini adalah benih dari apa yang
akan menjadi sebuah legenda.
![]() |
| sumber gambar: IG alfayedpariwisata |
Evolusi Desain Selendang dari
Generasi ke Generasi Jetbus
Popularitas selendang meledak
seiring dengan lahirnya keluarga Jetbus yang fenomenal. Setiap generasi Jetbus
membawa interpretasi baru yang semakin memperkuat status ikoniknya.
Era Jetbus & Jetbus 2: Mempopulerkan Desain Modern
Pada model bus Adiputro lama
seperti Jetbus HD dan Jetbus 2+, desain selendang menjadi lebih tegas dan
menjadi fokus utama pada sisi samping bus. Bentuknya lebih tebal, seringkali
diberi aksen krom atau warna kontras dengan livery bus, dan
menyatu secara kokoh dari bawah hingga ke "topi" atau atap. Desain
ini memberikan kesan gagah dan modern, yang dengan cepat menjadi favorit para
pengusaha PO dan penumpang.
Era Jetbus 3+: Puncak Elegansi dengan Selendang
"Voyager"
Inilah era di mana Adiputro
melakukan lompatan desain paling berani. Pada varian Jetbus 3+ SHD, mereka
memperkenalkan desain selendang "Voyager". Alih-alih menyatu dengan
pilar A, selendang ini dibuat "mengambang" (floating),
terpisah dari bingkai jendela depan.
Langkah jenius ini menciptakan ilusi
visual yang luar biasa, membuat bus tampak lebih panjang, lebih ramping, dan
sangat futuristik. Desain selendang Voyager langsung menjadi sensasi dan
dianggap sebagai salah satu puncak desain bus Adiputro.
Era Jetbus 5: Interpretasi Ulang yang Agresif dan
Dinamis
Memasuki era terbaru, Adiputro tidak
hanya mengulang formula lama. Pada Jetbus 5, desain selendang
diinterpretasikan ulang. Ia tidak lagi menjadi elemen "tempelan",
melainkan terintegrasi penuh dengan garis bodi yang mengalir dari depan
ke belakang. Bentuknya menjadi lebih tajam, lebih tipis, dan aerodinamis,
selaras dengan bahasa desain Jetbus 5 yang lebih agresif secara keseluruhan.
![]() |
| sumber gambar: oto.detik.com |
Lebih dari Sekadar Hiasan: Fungsi
dan Identitas di Balik Selendang
Meskipun tampak seperti elemen estetika,
selendang memiliki peran lebih.
- Identitas Merek: Fungsinya yang paling utama saat ini adalah
sebagai identitas. Dari kejauhan, bahkan sebelum logo Adiputro terlihat,
orang sudah bisa mengenali sebuah bus sebagai produk Adiputro hanya dari
siluet selendangnya.
- Struktur dan Visual: Secara visual, selendang
memecah monotonnya bidang kaca samping yang luas, memberikan kesan
dinamis. Pada beberapa desain awal, ia juga berfungsi sebagai penguat
struktur pilar.
Sebuah Goresan Desain
yang Menjadi Legenda
Perjalanan selendang bus Adiputro
adalah cerminan dari perjalanan perusahaan itu sendiri: selalu berinovasi,
berani mengambil risiko desain, dan pada akhirnya, menetapkan standar bagi
industri. Dari sebuah pilar fungsional yang terinspirasi desain Eropa, ia telah
bertransformasi menjadi sebuah tanda tangan artistik yang melegenda dan menjadi
kebanggaan para pecinta bus di seluruh Indonesia.
Sumber Gambar 1: kompasiana.com
Penulis: Omar Maulana





