Mobil Listrik Apakah Bayar Pajak?
Mitos Pajak Gratis Mobil Listrik
OTOMAGZ - Salah satu daya tarik terbesar yang mendorong popularitas
mobil listrik di Indonesia adalah isu perpajakan. Banyak beredar informasi
bahwa memiliki mobil listrik berarti bebas dari segala urusan pajak kendaraan,
namun apakah anggapan ini sepenuhnya benar?
Jawaban singkatnya adalah tidak sepenuhnya gratis, namun pajak
mobil listrik mendapatkan insentif yang luar biasa besar dari pemerintah.
Kebijakan ini dirancang untuk merangsang adopsi kendaraan ramah lingkungan dan
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Status "bebas pajak" yang sering didengar lebih
merujuk pada pembebasan atau diskon masif pada beberapa komponen pajak utama.
Pengguna mobil listrik tetap memiliki kewajiban administrasi, namun dengan
biaya yang jauh lebih ringan dibandingkan mobil konvensional.
Kami akan mengupas tuntas dan merinci setiap komponen
pajak yang terkait dengan kepemilikan mobil listrik di Indonesia per tahun
2025. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran yang jelas dan akurat mengenai
biaya fiskal yang sebenarnya.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Kewajiban Tahunan yang Diringankan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak tahunan yang
wajib dibayarkan oleh setiap pemilik kendaraan, yang tertera pada Surat Tanda
Nomor Kendaraan (STNK). Ini adalah komponen pajak yang paling rutin dirasakan
oleh pemilik mobil.
Untuk mobil listrik, pemerintah memberikan insentif mobil
listrik yang sangat signifikan pada komponen ini. Kebijakan ini diatur oleh
masing-masing pemerintah daerah, namun secara umum trennya sangat positif.
Dasar Hukum Pengecualian
Pemberian insentif PKB untuk kendaraan listrik didasari oleh
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang kemudian diimplementasikan
melalui Peraturan Gubernur (Pergub) atau Peraturan Daerah (Perda) di
masing-masing provinsi. Tujuannya adalah untuk mendukung program percepatan
elektrifikasi nasional.
Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah
mengeluarkan Pergub yang membebaskan 100% PKB dan BBNKB untuk kendaraan listrik
berbasis baterai. Kebijakan serupa juga diikuti oleh banyak provinsi lain di
Indonesia.
Contoh Perhitungan di Berbagai Daerah
Di daerah yang menerapkan pembebasan penuh seperti Jakarta,
pemilik mobil listrik hanya perlu membayar biaya Sumbangan Wajib Dana
Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Ini berarti, jika PKB mobil Anda
seharusnya jutaan rupiah, Anda mungkin hanya akan membayar sekitar Rp143.000
per tahun.
Di daerah yang tidak memberikan pembebasan 100%, umumnya
diberikan diskon yang sangat besar. Tarif PKB mobil listrik yang
dikenakan seringkali hanya 10% dari tarif normal yang seharusnya dibayarkan
oleh mobil bensin dengan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) yang setara.
![]() |
| sumber gambar: id.motor1.com |
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): Insentif Saat Pembelian
Pertama
BBNKB adalah pajak yang dikenakan saat penyerahan hak milik
kendaraan untuk pertama kali (mobil baru) atau kedua dan seterusnya (mobil
bekas). Ini adalah salah satu komponen biaya yang cukup besar saat Anda membeli
mobil.
Sama halnya dengan PKB, pemerintah juga memberikan insentif
luar biasa untuk BBNKB kendaraan listrik.
Manfaat Pembebasan BBNKB
Di banyak provinsi, BBNKB untuk pembelian mobil listrik baru
dibebaskan sepenuhnya atau diberikan diskon hingga 90%. Tarif BBNKB normal
adalah sekitar 12,5% dari NJKB, jadi pembebasan ini merupakan potongan biaya
yang sangat signifikan.
Sebagai contoh, untuk mobil seharga Rp 400 juta, biaya BBNKB
normalnya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Dengan adanya insentif ini, biaya
tersebut bisa menjadi nol atau sangat kecil.
Dampak pada Harga On The Road (OTR)
Pembebasan BBNKB ini secara langsung berdampak pada harga On
The Road (OTR) yang ditawarkan oleh dealer. Harga OTR adalah harga final
yang sudah mencakup biaya pengurusan surat-surat, termasuk BBNKB dan STNK.
Dengan BBNKB yang diringankan, selisih antara harga Off
The Road dengan harga OTR mobil listrik menjadi jauh lebih kecil. Ini
membuat harga beli awal mobil listrik terasa lebih ringan bagi konsumen.
Baca Juga: Evolusi Teknologi Mesin Mobil 2025: Dari Turbo, Hybrid, hingga EV
Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Potongan Besar dari Pemerintah
Insentif paling berdampak yang diberikan pemerintah pusat
adalah potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ini adalah insentif mobil
listrik yang secara langsung memotong harga jual mobil itu sendiri.
Kebijakan ini bertujuan untuk membuat harga mobil listrik
menjadi lebih kompetitif dan terjangkau, terutama untuk produk yang dirakit
secara lokal.
Syarat TKDN untuk Insentif PPN
Insentif PPN ini tidak berlaku untuk semua mobil listrik.
Syarat utamanya adalah mobil tersebut harus diproduksi atau dirakit di
Indonesia (CKD) dan memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%.
Model-model seperti Hyundai Ioniq 5 dan Wuling (Air ev &
BinguoEV) adalah contoh kendaraan yang menikmati fasilitas ini. Mereka
mendapatkan keuntungan harga yang signifikan dibandingkan mobil listrik yang
diimpor utuh (CBU).
Simulasi Penghematan Harga Beli
Tarif PPN normal di Indonesia adalah 11%. Pemerintah
memberikan insentif berupa pemotongan 10%, sehingga PPN mobil listrik
yang memenuhi syarat hanya dikenakan sebesar 1%.
Sebagai contoh, jika harga dasar sebuah mobil listrik adalah
Rp 400 juta, PPN normalnya adalah Rp 44 juta. Dengan insentif ini, PPN yang
harus dibayar hanya Rp 4 juta, sehingga ada penghematan langsung sebesar Rp 40
juta pada harga beli.
![]() |
| sumber gambar: id.motor1.com |
Pajak Lainnya dan Keuntungan Non-Fiskal
Selain tiga komponen pajak utama di atas, kepemilikan mobil
listrik juga diuntungkan dari sisi pajak progresif dan berbagai keuntungan
non-fiskal lainnya. Hal ini semakin menambah nilai plus dari beralih ke
kendaraan listrik.
Keuntungan ini mungkin tidak terasa secara langsung dalam
bentuk uang, namun memberikan kemudahan dalam mobilitas sehari-hari.
Pajak Progresif
Di beberapa daerah yang menerapkan pajak progresif untuk
kepemilikan mobil kedua, ketiga, dan seterusnya, mobil listrik seringkali
dikecualikan. Artinya, meskipun mobil listrik tersebut adalah mobil ketiga
Anda, ia tidak akan dikenai tarif pajak progresif yang lebih tinggi.
Ia akan tetap dikenai tarif pajak (jika ada) sebagai
kendaraan pertama. Ini adalah keuntungan besar bagi keluarga yang memiliki
lebih dari satu mobil.
Bebas Ganjil-Genap
Di kota-kota besar yang menerapkan kebijakan pembatasan lalu
lintas ganjil-genap seperti Jakarta, mobil listrik mendapatkan hak istimewa.
Kendaraan listrik berbasis baterai sepenuhnya dibebaskan dari aturan ini.
Ini berarti Anda bisa menggunakan mobil listrik Anda setiap
hari tanpa perlu khawatir dengan tanggal ganjil atau genap. Keleluasaan
mobilitas ini adalah sebuah kemewahan yang sangat berharga.
Perbandingan Biaya Pajak: Mobil Listrik vs Mobil Bensin
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, mari kita buat
sebuah studi kasus perbandingan. Kita akan membandingkan total biaya pajak
tahunan antara mobil listrik dan mobil bensin dengan harga (NJKB) yang kurang
lebih setara.
Perbandingan ini akan menunjukkan seberapa besar penghematan
riil yang bisa Anda dapatkan.
Studi Kasus: Mobil dengan Harga Setara
Misalkan sebuah mobil bensin seharga Rp 400 juta di Jakarta
memiliki PKB tahunan sekitar Rp 6 juta. Angka ini belum termasuk pajak
progresif jika ini adalah mobil kedua atau ketiga Anda.
Sementara itu, untuk mobil listrik dengan harga yang sama di Jakarta, PKB tahunannya adalah Rp 0. Anda hanya perlu membayar SWDKLLJ sekitar Rp 143.000, sehingga ada penghematan bersih hampir Rp 6 juta setiap tahunnya.
Bayar Pajak, Tapi Jauh Lebih Murah
Jadi, kembali ke pertanyaan awal: apakah mobil listrik bayar
pajak? Jawabannya adalah ya, secara teknis masih ada komponen administrasi yang
harus dibayar seperti SWDKLLJ.
Namun, berkat serangkaian insentif mobil listrik dari
pemerintah, komponen pajak utamanya seperti PPN, BBNKB, dan PKB telah dipangkas
secara drastis atau bahkan dibebaskan sepenuhnya.
Pada praktiknya, beban pajak yang ditanggung oleh pemilik
mobil listrik sangatlah ringan, nyaris tidak terasa jika dibandingkan dengan
pemilik mobil bensin. Kebijakan fiskal yang sangat mendukung ini menjadi salah
satu alasan terkuat mengapa tahun 2025 adalah momen yang sangat tepat untuk
mulai beralih ke era elektrifikasi.
Sumber Gambar 1: tribunjualbeli.com
Penulis: Omar Maulana





